AKUNTANSI ISTISHNA'


AKUNTANSI  ISTISHNA 

A.     Pengertian Akad Istishna

Bai’al istishna’ atau disebut dengan akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan  (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’). Istishna’ paralel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara pemesan (pembeli/ mustashni’) dengan penjual(pembuat/shani’), kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni’, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.

Karakteristik Istishna’antara lain:

1.      Berdasarkan akad istishna’, pembeli menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan (mashnu’) sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara pembayaran dimuka atau tangguh.

2.      Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.

Barang pesanan harus memenuhi kriteria:

1.      Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;

2.      Sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized) bukan produk massal; dan

3.      Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.

Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.

Entitas dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna’. Jika entitas bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau kontraktor) untuk membuat barang pesanan juga dengan cara istishna’ maka hal ini disebut istishna’ paralel.

Istishna’ paralel dapat dilakukan dengan syarat akad pertama, antara entitas dan pembeli akhir, tidak bergantung (mu’allaq) dari akad kedua, antara entitas dan pihak lain.

Pada dasarnya istishna’ tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:

a)      Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau

b)      Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.

Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas:

a)      Jumlah yang telah dibayarkan; dan

b)      Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.

B.     Jenis Akad Istishna

1.      Istishna’ yang akad jual belinya dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan mustashni dan shani’.

2.      Istishna’ pararel adalah suatu bentuk  akad istisna’ antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi asset yang dipesan pemesan.

Ø  Syarat akad istishna’pararel, pertama(antara penjual dan pemesan) tidak tergantung pada istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan  dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.

C.     Rukun dan Ketentuan Akad Istishna’

Adapun rukun-rukun istishna’ ada tiga, yaitu:

1.      Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (penjual /shani’).

2.      Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga.

3.      Ijab dan qobul/ serah terima.

Adapun rukun transaksi istishna paralel’

Berdasarkan Fatwa DSN Nomor 6 tahun 2000 disebutkan bahwa akad istishna’ kedua (antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad istishna’ pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua.

Ketentuan syariah dan Fatwa dewan Syari’ah tentang Istishna

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2000) Tentang Jual Beli Istishna’ Fatwa ini mengatur beberapa ketentuan:

1.      Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.

2.      Objek akad:

a.       Ketentuan tentang pembayaran

1)       Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa  uang, barang, atau mamfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.

2)      Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad maka penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung  jawab pembeli.

3)      Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.

4)       Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang.

b.      Ketentuan tentang barang

1)       Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, motu) sehingga tidak ada lagi jahalah dan perselisian dapat dihindari.

2)       Barang pesanan diserahkan kemudian.

3)      Waktu dan penyerahan pesanan harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

4)      Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.

5)       Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai dengan kesepakatan.

6)      Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau mebatalkan akad.

7)       Dalam hal pemesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan.

c.        Ketentuan Lain

1)      Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.

2)      Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.

3)      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

3.       Ijab kabul

Adanya pernyataan dan espresi saling ridha/rela diantara pihak-pihak akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komonikasi modern.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 222/DSN-MUI/III/2012) Tentang Jual Beli Istishna’Paralel Fatwa ini mengatur beberapa ketentuan:

a.      Ketentuan Umum

1)      Jika LKS melakukan transaksi istishna’, untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada objek yang sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak tergantung (Mu’allag) pada istishna’ kedua.

2)      LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk memungut MDC (Margin During Construction) dari nasabah (Shani’) karena hai ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.

3)      Semua rukun dan syarat-syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000) Berlaku pula dalam istishna’ pararel.

b.      Ketentuan Lain

1)      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan  diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah Tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2)       Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata dapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagai mestinya

D.    Landasan Hukum

a.        Al-Qur’an

Hai orang-orang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”(QS. Al-Baqoroh:283).

b.      Al-Hadist

Amir bin Auf berkata: “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslim kecuali perdamaian yang mengharumkan yang halal dan menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.” (HR.Tirmidzi).

Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum denga tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majjah).

E.     Berakhinya Akad Istishna’

Kontrak istishna’ bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi sebagai berikut:

1.       Tidak terpenuhinya kewajiban secara formal oleh kedua belah pihak.

2.       Persetujuan kedua belah pihak untuk menhentikan kontrak.

3.       Pembatalan hukum kontrak. Ini jika muncul sebab ia masuk untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak dapat membatalkannya.

F.      Perlakuan Akuntansi

a.      Akuntansi Penjual

1.      Penyatuan dan Segmentasi Akad

a)      Bila suatu akad istishna’ mencakup sejumlah aset, pengakuan dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu akad yang terpisah jika:

1)      Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;

2)      Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dimana penjual dan pembeli dapat menerima atau menolak bagian akad yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; dan

3)      Biaya dan pendapatan masing-masing aset dapat diidentifikasikan.

b)      Suatu kelompok akad istishna’, dengan satu atau beberapa pembeli, harus diperlakukan sebagai satu akad istishna’ jika:

1)      Kelompok akad tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket;

2)      Akad tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya akad tersebut merupakan bagian dari akad tunggal dengan suatu margin keuntungan; dan

3)      Akad tersebut dilakukan secara serentak atau secara berkesinambungan.

c)      Jika ada pemesanan aset tambahan dengan akad istishna’ terpisah, tambahan aset tersebut diperlakukan sebagai akad yang terpisah jika:

1)      Aset tambahan berbeda secara signifikan dengan aset dalam akad istishna’ awal dalam desain, teknologi atau fungsi; atau

2)      Harga aset tambahan dinegosiasikan tanpa terkait harga akad istishna’ awal.

2.      Pendapatan Istishna’ dan Istishna’ Paralel

a)      Pendapatan istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad dikatakan selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.

b)      Jika metode persentase penyelesaian digunakan, maka:

1)      Bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna’ pada periode yang bersangkutan;

2)      Bagian margin keuntungan istishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan kepada aset istishna’ dalam penyelesaian; dan

3)      Pada akhir periode harga pokok istishna’ diakui sebesar biaya istishna’ yang telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.

c)      Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode akad selesai dengan ketentuan sebagai berikut:

tidak ada pendapatan istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;

1)      Tidak ada harga pokok istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;

2)      Tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna’ dalam penyelesaian sampai dengan pekerjaan tersebut selesai; dan

3)      Pengakuan pendapatan istishna’, harga pokok istishna’, dan keuntungan dilakukan hanya pada akhir penyelesaian pekerjaan.

3.      Istishna’ dengan Pembayaran Tangguh

a)      Jika menggunakan metode persentase penyelesaian dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun dari penyerahan barang pesanan, maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1)      Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna’ dilakukan secara tunai diakui sesuai persentase penyelesaian; dan

2)      Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran.

b)      Jika menggunakan metode akad selesai dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun dari penyerahan barang pesanan maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1)      Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna’ dilakukan secara tunai, diakui pada saat penyerahan barang pesanan; dan

2)      Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna’ dan termin istishna’ (istishna’ billing) pada pos lawannya.

c)      Tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang Istishna’ dan termin Istishna’ (istishna’/billing) pada pos lawannya.

4.      Biaya Perolehan Istishna

a)      Biaya perolehan istishna’ terdiri dari:

1)      biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan; dan

2)      biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan pra-akad.

Biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna’ jika akad disepakati. Namun jika akad tidak disepakati, maka biaya tersebut dibebankan pada periode berjalan.

b)      Biaya perolehan istishna’ yang terjadi selama periode laporan keuangan, diakui sebagai aset istishna’ dalam penyelesaian pada saat terjadinya.

Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan pengembangan tidak termasuk dalam biaya istishna’.

5.      Biaya Perolehan Istishna’ Paralel

a)      Biaya istishna’ paralel terdiri dari:

1)      Biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas;

2)      Biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan praakad; dan

3)      Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada.

b)      Biaya perolehan istishna’ paralel diakui sebagai aset istishna’ dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.

6.      Penyelesaian Awal

Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan istishna’.

Pengurangan pendapatan istishna’ akibat penyelesaian awal piutang istishna’ dapat diperlakukan sebagai:

a)      Potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna’ pada saat pembayaran; atau

b)      Penggantian (reimbursed) kepada pembeli sebesar jumlah keuntungan yang dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna’ secara keseluruhan.

7.      Perubahan Pesanan dan Tagihan Tambahan

Pengaturan pengakuan dan pengukuran atas pendapatan dan biaya istishna’ akibat perubahan pesanan dan tagihan tambahan adalah sebagai berikut:

a)      Nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh penjual dan pembeli ditambahkan kepada pendapatan istishna’ dan biaya istishna’;

b)      Jika kondisi pengenaan setiap tagihan tambahan yang dipersyaratkan dipenuhi, maka jumlah biaya setiap tagihan tambahan yang diakibatkan oleh setiap tagihan akan menambah biaya istishna’; sehingga pendapatan istishna’ akan berkurang sebesar jumlah penambahan biaya akibat klaim tambahan

c)      Perlakuan akuntansi (a) dan (b) juga berlaku pada istishna’ paralel, akan tetapi biaya perubahan pesanan dan tagihan tambahan ditentukan oleh produsen atau kontraktor dan disetujui penjual berdasarkan akad istishna’ paralel.

8.      Pengakuan Taksiran Rugi

Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan istishna’ akan melebihi pendapatan istishna’, taksiran kerugian harus segera diakui.

Jumlah kerugian semacam itu ditentukan tanpa memperhatikan:

a)      Apakah pekerjaan istishna’ telah dilakukan atau belum;

b)      Tahap penyelesaian pembuatan barang pesanan; atau

c)      Jumlah laba yang diharapkan dari akad lain yang tidak diperlakukan sebagai suatu akad tunggal sesuai paragraf .

b.      AKUNTANSI PEMBELI

a)      Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang istishna’ kepada penjual.

b)      Aset istishna’ yang diperoleh melalui transaksi istishna’ dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban istishna’ tangguhan.

c)      Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan hutang istishna’.

d)      Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.

e)      Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.

f)        Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.

g)      Dalam istishna’ paralel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna’. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.

1.      PENYAJIAN

Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:

a)      Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.

b)      Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.

Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:

a)      Hutang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.

b)      Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:

1)      Persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau

2)      Kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna

2.      PENGUNGKAPAN

Entitas mengungkapkan transaksi istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:

a)      Metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan dan keuntungan kontrak istishna’;

b)      Metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedang berjalan;

c)      Rincian piutang istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis mata uang, dan kualitas piutang;

d)      rincian hutang istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu dan jenis mata uang; dan

e)      pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

G.    Pengawasan  syariah Transaksi Istishna dan Istishna Paralel

Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli Istishna dan istishna parallel, DPS biasanya melakukan pengawasan syariah secara periodik. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh bank Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan untuk:

1)      Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam;

2)      Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai pesanan dan kriteria yang disepakati

3)      Memastikan bahwa akad Istishna dan Istishna parallel dibuat dalam akad yang terpisah

4)      Memastikan bahwa akad Istishna’ yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi, antara lain:

a)      Kedua belah  pihak setuju untuk menghentikan akad istishna’

b)      Akad Istishna’ batal demi hukum karena kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.

Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menurut bank syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli Istishna’ dan Istishna’ parallel dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi  agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.

Kesimpulan

Akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu. Istishna dapat dilakukan langsung antara dua belah pihak antara pemesan atau penjual seperti, atau melalui perantara. Jika dilakukan melalui perantara maka akad disebut dengan akad istishnaparalel. Walaupun istishna adalah akad jual beli, tetapi memiliki perbedaan dengansalam maupun dengan murabahahIstishna lebih ke kontrak pengadaan barang yang ditangguhkan dan dapat di bayarkan secara tangguh pula. Istishna menurut para fuqaha adalah pengembangan dari salam, dan di izinkan secara syari’ah. Untuk pengakuan pendapatan istishna dapat dilakukan melalui akad langsung dan metode persentase penyelesaian. Di mana metode persentase penyelesaian yang digunakan miris dengan akuntansi konvensional, kecuali perbedaan laba yang di pisah antara margin laba dan selisih nilai akad dengan nilai wajar.

Tujuan mempelajari akutansi istishna itu sendiri adalah untuk memhami apa itu yang dimaksud denga akutansi istishna, selain itu juga untuk mempelajari jenis-jenis dariistishna, serta menganalisis ruang lingkup dari istishna itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akad istishna adalah akad jual beli dimana seorang pembeli memesan suatu barang kepada prosuden yang juga bertindak sebagai penjual, dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang di sepakati, dan harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad dengan cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau dapat ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (PSAK)

Teknik Sampling Dalam Melakukan Penelitian

KONSEP AKUNTANSI SYARIAH DAN JUGA SISTEM KEUANGAN SYARIAH