Akuntansi zakat,infak, sedekah dan wakaf

Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah
Zakat secara terminologi dalam bukunya
Nurhayati (2013:284) berarti aktivitas mem-
berikan harta tertentu yang diwajibkan Allah
SWT dalam jumlah dan perhitungan tertentu
untuk diserahkan kepada orang-orang yang
berhak. Menurut PSAK No. 109, zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan oleh muzzaki
sesuai dengan ketentuan syariah untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya
(mustahiq).
1. Jenis Zakat
Ada dua jenis zakat menurut Nurhayati
dan Wasilah (2013:290), yaitu:
a. Zakat jiwa/ zakat fitrah
Adalah zakat yang diwajibkan kepada
setiap muslim setelah matahari terbenam
akhir bulan ramadhan. Lebih utama di
bayar sebelum shalat ‘idul fitri, karena jika
bayar setelah shalat ied, maka sifatnya
seperti sedekah biasa bukan zakat fitrah.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad
SAW: “barang siapa mengeluarkan
setelah shalat ied, maka itu zakat yang
diterima. Dan barang siapa yang menge-
luarkan setelah shalat ied, maka itu
termasuk salah satu sedekah dari sedekah-
sedekah biasa.”(HR. Ibnu Abbas)
Seorang muslim wajib membayar zakat
fitrah untuk dirinya dan orang-orang 
dan pembantunya yang muslim. Akan
tetapi boleh bagi seorang istri atau anak dan
pembantu membayar zakat sendiri.
Menurut beberapa ulama, syarat wajib
zakat fitrah bagi fakir adalah adalah apabila
ia memiliki kelebihan makanan pokok dari
dirinnya sendiri dan orang lain yang
menjadi tanggungannya di malam dan pada
hari rayanya. Kelebihan itu tidak termasuk
rumah, perabotnya dan kebutuhan pokok
lainnya termasuk binatang ternak yang di
mamfaatkan, buku yang di pelajari ataupun
perhiasan yang dipakainya. Akan tetapi jika
telah melebihi dan memungkinkan untuk
dijual dan dimanfaatkan untuk zakat fitrah,
maka membayar zakat fitrah hukumnya
wajib karna ia mampu membayarnya.
b. Zakat harta
Zakat harta adalah zakat yang boleh dibayar
pada waktu yang tidak tertentu, mencakup
hasil perniagaan, pertanian, pertambangan,
hasil laut, hasil ternak, harta tamuan, emas
dan perak serta hasil kerja propesi, yang
masing-masing memiliki perhitungan sen-
diri-sendiri dan cukup nisab.
2. Penerima Zakat
Ada delapan golongan (asnaf) yang
berhak menerima zakat. Nurhayati dan Wasilah
(2013:306) menyebutkan antara lain:
a. Fakir
Fakir adalah mereka yang tidak mem-
punyai harta ataupenghasilan layak dalam
memenuhi keperluannya, baik untuk diri
sendiri maupun bagi mereka yang menjadi
tanggungannya. Fakir bisa kita anggap or-
ang yang tidak memiliki pekerjaan
(pengangguran).
b. Miskin
Mereka yang memiliki harta atau peng-
hasilan layak dalam memenuhi keper-
luannya dan orang yang menjadi tanggu-
ngannya, tetapi tidak sepenuhnya ter-
cukupi.
c. Orang yang mengurus zakat
Para amil zakat mempunyai berbagai tugas
dan pekerjaan. Semua berhubungan dengan
pengaturan administrasi dan keuangan
zakat. yaitu pendataan orang yang-orang
yang wajib zakat dan macam-macam zakat
yang diwajibkan baginya. Juga besar harta
yang wajib dizakatinya, kemudian menge-
tahui para mustahiq (penerima zakat),
berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan
mereka serta besar biaya yang dapat
mencukupi dan hal-hal lainnya yang perlu
ditangani misalnya pengadministrasian dan
pelaporan sumber dan kegunaan dana
zakat.
d. Mualaf
Mereka yang diharapkan kecenderungan
hatinya atau keyakinannya dapat bertam-
bah kepada islam atau niat jahat mereka
atas kaum muslim atau harapan akan ada
manfaat mereka dalam membela dan
menolong kaum muslimin dari musuh.
e. Riqab (Budak)
Budak yang tidak memiliki harta dan ingin
memerdekakan dirinya, berhak mendapat
zakat sebagai uang tebusan. Dalam kontek
yang lebih luas, budak zaman sekarang
seperti tenaga kerja yang dianiaya dan
diperlakukan tidak manusiawi. Islam
mendorong dihapuskannya perbudakan di
dunia ini dengan berbagai cara. Salah
satunya dengan menggunakan dana zakat
untuk memerdekakan budak belian.
Walaupun sekarang perbudakan sudah
hilang, bukannya tidak mungkin di masa
yang akan datang akan muncul kembali
f. Orang yang berhutang (Gharimin)
Menurut Imam Malik, Syafi’i dan Hambali,
bahwa orang yang memiliki hutang terbagi
menjadi dua golongan, yaitu:
1) Orang yang mempunya hutang untuk
kemaslahatan dirinya sendiri, termasuk
orang yang mengalami bencana seperti
terkena banjir, gempa bumi, 
syarat orang yang berhutang hendak-
nya ia mempunyai kebutuhan untuk
memiliki harta berutang untuk menaf-
kahi keluarganya yang dapat mem-
bayar utangnya, orang tersebut ber-
hutang dalam melaksanakan ketaatan
atau mengerjakan sesuatu yang
diperbolehkan syariat, hutangnya harus
dibayar waktu itu.
2) Orang yang mempunya utang untuk
kemaslahatan masyarakat, sebagian
ulama Syafi’i berpendapat, bahwa or-
ang yang berhutang untuk meramaikan
masjid, membebaskan tawanan, meng-
hormati tamu hendaknya diberikan
bagian zakat walaupun ia kaya, jika
kekayaannya itu dengan memiliki
benda yang bergerak buka uang.
g. Orang yang berjuang dijalan Allah (Fi
bilillah)
Manurut bahasa adalah setiap amal
perbuatan yang ikhlas dipergunakan untuk
ber-taqarrub kepada Allah SWT. Meliputi
segala amal kebaikan yang bersifat pribadi
maupun yang bersifat kemaslahatan.
h. Orang yang melakukan perjalanan (Ibnu
Sabil)
Manurut Ibnu Zaid: “ibnu sabil adalah
musafir, apakah ia kaya atau miskin,
apabila mendapat musibah dalam
bekalnya atau hartanya sama sekali tidak
ada, atau terkena sesuatu musibah atas
hartanya, atau ia sama sekali tidak
memiliki apa-apa, maka keadaan demikian
hanya bersifat pasti”. Islam mendorong
umatnya untuk bepergian dalam rangka
untuk mencari rezeki, mencari ilmu,
berperang di jalan Allah, dan melaksanakan
ibadah.
3. Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
Organisasi pengelola zakat, infaq, dan
sedekah terdiri dari dua kelompok institusi,
yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk
oleh Pemerintah dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan UU No. 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat Bab II pasal 5 dan 17. Tuga
utama Organisasi Pengelola Zakat adalah untuk
memungut dan mengumpulkan zakat, infaq,
dan sedekah dari masyarakat, kemudian me-
nyimpannya di Baitul Mall, setelah itu menya-
lurkannya ke masyarakat sesuai dengan
ketentuan syara’. Organisasi pengelola zakat
menurut Hertanto dan Teten (2001:6) adalah
institusi yang bergerak di bidang pengelola
zakat, infaq, dan sedekah. Sedangkan definisi
pengelola zakat menurut Undang-undang
nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat adalah kegiatan perencanaan, pengor-
ganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat. Dalam peraturan
perundang-undangan diakui adanya dua jenis
organisasi pengelola zakat di Indonesia, yaitu
Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ).
4. Akuntansi Zakat, Infaq, dan Shadaqah.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa
akuntansi zakat adalah proses pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi zakat, infaq/sedekah sesuai dengan
kaidah syariat Islam untuk memberikan
informasi pengelolaan zakat, infaq/sedekah
oleh Amil kepada pihak-pihak yang berkepen-
tingan. Akuntansi zakat terkait dengan tiga hal
pokok, yaitu penyediaan informasi, pengen-
dalian manajemen, dan akuntabilitas. Akun-
tansi zakat merupakan alat informasi antara
lembaga pengelola zakat sebagai manajemen
dengan pihak-pihak yang berkepentingan
dengan informasi tersebut. Bagi manajemen,
informasi akuntansi zakat digunakan dalam
proses pengendalian manajemen mulai dari
perencanaan, pembuatan program, alokasi
anggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan
kinerja (Mahmudi, 2008).
Informasi akuntansi bermanfaat untuk
pengambilan keputusan, terutama untuk
membantu manajer dalam melakukan alokasi
zakat. Selain itu, informasi akuntansi dapat
digunakan untuk membantu dalam pemilihan
program yang efektif dan tepat sasaran.
Pemilihan program yang tepat sasaran, efektif,
dan ekonomis akan sangat membantu dalam
proses alokasi dana zakat, infak, sedekah,
hibah, dan wakaf yang diterima (Mahmudi,
2008). Informasi akuntansi zakat juga dapat
digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja
lembaga pengelola zakat. Akuntansi dalam hal
ini diperlukan terutama untuk menentukan
indikator kinerja (performance indicator)
sebagai dasar penilaian kinerja. Manajemen
akan kesulitan untuk melakukan pengukuran
kinerja apabila tidak ada indikator kinerja yang
memadai. Indikator kinerja tersebut dapat
bersifat finansial maupun nonfinansial
(Mahmudi, 2008).
5. Perlakuan Akuntansi Zakat dalam
PSAK No.109
Perlakuan akuntansi zakat semuanya
sudah diatur oleh PSAK No.109 yang dibuat
oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang
berlaku efektif mulai per Januari 2012. Dalam
PSAK ini sudah diatur mulai dari Pengakuan
dan Pengukuran Dana Zakat, Infaq, dan
Shadaqah, Penyajian Zakat, Infak, dan Shada-
qah, serta Pengungkapan Zakat, Infaq, dan
Shadaqah. Adapun komponen laporan keua-
ngan yang harus dimiliki amil zakat dalam
PSAK No.109 yaitu, Neraca (Laporan Posisi
Keuangan), Laporan Perubahan Dana, Laporan
Perubahan Aset Kelolaaan, Laporan Arus Kas,
serta Catatan Atas Laporan Keuangan.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, hal ini disebabkan karena kualitatif
berusaha menelaah fenomena sosial dalam
suasana yang berlangsung secara wajar atau
alamiah, bukan dalam kondisi terkendali atau
laboratoris. Jenis penelitian kualitatif yang
digunakan pada penelitian ini adalah studi
kasus. Menurut Yin (1996) dalam Muchtar
(2013:25) metode penelitian ini sangat cocok
digunakan untuk menjawab pertanyaan “how
atau why”. Penelitian ini memusatkan diri
secara intensif pada satu obyek tertentu (pene-
rapan akuntani zakat PSAK Syariah 109
terhadap LAZ dan BAZNAS) yang mempe-
lajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus
dapat diperoleh dari semua pihak yang
bersangkutan yang terkait dengan penyusunan
laporan keuangan sebagai tanggung jawab dari
LAZ dan BAZNAS terhadap para muzakki­-
nya, dengan kata lain data dalam studi ini
dikumpulkan dari berbagai sumber. Sebagai
sebuah studi kasus maka data yang dikum-
pulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil
penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang
diselidiki, yaitu sudah menerapkan atau belum
laporan keuangan yang dibuat oleh LAZ
maupun BAZNAS terhadap dasar atau
pedoman PSAK Syariah no.109.
Sumber data yang diperlukan pada
penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Menurut Muchtar (2013:25) data
primer adalah data yang dikumpulkan secara
langsung oleh peneliti sendiri. Data primer
merupakan sumber data yang diperoleh
langsung dari sumber asli (tidak melalui me-
dia perantara). Sumber data primer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sumber
data yang mana akan diperoleh dari wawancara
langsung terhadap orang (key informan) yang
terkait dalam penyusunan laporan keuangan
tersebut. Data sekunder menurut Muchtar
(2013:26) merupakan sumber data penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara (diperoleh dan dicatat
oleh pihak lain). Data sekunder umumnya
berupa bukti tertulis, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip (
tidak dipublikasikan. Sumber data sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
data sekunder yang berasal dari LAZ LMI
Cabang Sidoarjo dan BAZNAS Kabupaten
Sidoarjo itu sendiri yang berupa laporan keua-
ngan beberapa tahun terakhir serta dokumen-
dokumen pendukung dalam pembuatan laporan
keuangan tersebut. Terkait dengan teknik
pengumpulan data, yang dilakukan peneliti
adalah:
1) Melakukan kegiatan observasi secara
langsung di LAZ LMI Sidoarjo serta
BAZNAS Kabupaten Sidoarjo untuk
mendapatkan data dan informasi penting
untuk tujuan penelitian
2) Melakukan wawancara terstruktur dengan
key informan di LAZ LMI Cabang Sidoarjo
maupun BAZNAS Kabupaten Sidoarjo
dengan cara memberikan sejumlah perta-
nyaan untuk mendapatkan data dan
informasi secara lengkap sesuai dengan
rumusan masalah
HASIL & PEMBAHASAN
BAZNAS Kabupaten Sidoarjo maupun
LAZ Lembaga Manajemen Infaq (LMI)
Cabang Sidoarjo sebenarnya sudah mengetahui
adanya PSAK 109 yang telah dikeluarkan oleh
IAI tentang akuntansi zakat dalam pelaporan
keuangan yang bertujuan untuk menstandartkan
bentuk laporan keuangannya, namun kedua
belah pihak masih menganggap PSAK tersebut
sulit untuk dipahami dan diterapkan dalam
proses pembuatan laporan keuangan mereka,
dan masing-masing baik itu BAZNAS Kabu-
paten Sidoarjo maupun LAZ Lembaga
Manajemen Infaq (LMI) Cabang Sidoarjo
dalam menyusun laporan keuangan mereka
menggunakan model manual dan sederhana,
walaupun begitu tetap memenuhi persyaratan
mereka sebagai amil zakat, yaitu transparan dan
bertanggung jawab atas dana muzakki yang
masuk ke amil zakat mereka serta penya-
lurannya dan mereka melaporkan setiap bulan
serta mengirimkan laporan keuangan tersebut
dikirimka ke para muzakki yang telah
berpartisipasi dalam amil zakat mereka.
Laporan keuangan yang telah dibuat oleh
masing-masing baik itu BAZNAS Kabupaten
Sidoarjo maupun LAZ Lembaga Manajemen
Infaq (LMI) Cabang Sidoarjo telah diaudit oleh
pihak internal maupun eksternal, dan laporan
yang telah dibuat dianggap wajar dan cukup
baik oleh para auditornya, sehingga para
masing-masing pihak menganggap bahwa
laporan keuangan mereka bisa diterima dan
cukup transparan, sehingga memenuhi persya-
ratan mereka sebagai amil zakat yang me-
ngelola dana ZIS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (PSAK)

Teknik Sampling Dalam Melakukan Penelitian

KONSEP AKUNTANSI SYARIAH DAN JUGA SISTEM KEUANGAN SYARIAH